Branding, Sepenting Itu?

Yang namanya Entrepreneurship pastinya berkaitan dengan branding. Beberapa kali saya diundang menjadi dosen tamu untuk sharing seputar entrepreneurship, beberapa kali itu pula saya berkesempatan untuk bertanya jawab dengan teman-teman mahasiswa, tentang apa sih branding itu?

Ada yang menjawab, “Branding adalah merk!”. Tidak salah juga sih. Ada yang menjawab pencitraan, ada yang menjawab jualan, iklan, marketing, dan sebagainya.

Dari pengalaman tersebut, saya menemukan bahwa terlepas dari pertanyaan “Apa sih wujud dari branding itu?”, sebetulnya sudah banyak yang tahu tentang branding, mungkin hanya belum bisa merangkainya dengan kalimat yang tepat.

Nah, sebelum kita lanjut bahas apa itu branding, ada bagusnya kalau kita tengok dulu yuk sejarah singkat dari branding.

Sejarah Branding

Istilah branding sudah berevolusi dari jaman ke jaman. Branding secara etimologis berasal dari kata Norse kuno, ‘brandr‘ (yg berarti ‘to burn‘ atau ‘membakar’), mengacu pada praktik penggunaan tongkat besi yang dipanaskan untuk memberi tanda atau simbol dari si pemilik, untuk hewan peliharaan, budak, kayu, barang pecah belah, dan lain sebagainya. Praktik ini sudah lazim dilakukan pada jaman dahulu kala, setidaknya sejak jaman Mesir Kuno.

Simbol kepemilikan ini awalnya dimaksudkan sebagai peringatan kepada orang-orang bahwa sesuatu tersebut sudah ada pemiliknya, atau supaya hewan-hewan peliharaan mudah dicari dan diketemukan apabila hilang, dicuri, ataupun tertukar dengan peternakan yang lain. Bentuk dari brand pada waktu itu umumnya simple, unik, dan mudah untuk diidentifikasi.
Seiring waktu, simbol kepemilikan tersebut berevolusi menjadi sebuah tanda inklusivitas sosial, politik, dan komersial. Produsen mulai memberi tanda pada peti-peti kayu dan kemasan barang yang mereka produksi, untuk membedakan diri mereka dari kompetitor. Akhirnya, mulai terjadi pergeseran makna branding dari yang sebelumnya digunakan untuk simbolisasi kepemilikan menjadi simbolisasi kualitas.

Nah, di masa kini, dengan segala keuntungan dari kemajuan jaman, tidak salah kalau kita mendefinisikan branding sebagai suatu kegiatan marketing yang bertujuan untuk membuat suatu entitas menjadi berbeda dari yang lainnya. Saya sebut entitas, karena obyek yang di-branding tidak terbatas hanya untuk produk atau barang saja, bisa juga perusahaan, atau bahkan manusia. Misalnya saja, pak Jokowi, pak Prabowo, pak Anies, bu Mega, dan seterusnya, yang kalau disebut namanya saja, kita sudah bisa membayangkan dan mempersepsikan citra tokoh-tokoh tersebut di dalam benak kita. Begitu juga halnya perusahaan, saat mendengar brand-brand yang sudah familiar seperti BMW, Toyota, Coca Cola, Pepsi, McD, tentunya kita sudah langsung bisa membayangkan seperti apa produknya, pelayanannya, dan citra-citra lainnya, di dalam benak kita. Saya sebut familiar karena brand-brand tersebut sudah konsisten melakukan kegiatan branding mereka sejak lama, bahkan mungkin ketika beberapa dari kita belum lahir, sehingga banyak masyarakat yang sudah kena “dampak paparan” dari aktivitas branding mereka.

Lalu bagaimana dengan entrepreneur atau kita yang masih baru mau memulai bangun brand? Well, ada yang bilang bahwa momen paling tepat untuk memulai adalah kemarin, namun hari inipun tidak mengapa, dibanding terlambat lebih jauh lagi.

Belajar dari brand-brand di atas yang mana kita sudah cukup familiar, kegiatan branding perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu dengan skala tertentu, baik itu melalui iklan, peluncuran produk baru yang ‘nyeleneh’ atau menarik perhatian, maupun campaign-campaign lainnya. Jadi, ada baiknya bagi kita yang ingin jadi entrepreneur atau punya brand sendiri untuk mengalokasikan beberapa bagian dari sumber daya yang kita miliki, untuk kegiatan branding.

Apa yang terjadi kalau kita tidak melakukan Branding?

Pernah terpikirkah apa jadinya kalau kita tidak melakukan aktivitas branding untuk usaha kita, produk kita, jasa kita, dsb.? Kira-kira apa yang terjadi ya?

Nah, mungkin kita bisa belajar dari Thomas Gad, di mana menurut beliau, seperti ditulis dalam bukunya, Customer Experience Branding, definisi terbaik dari branding yang sudah beliau gunakan adalah “managing perceptions in people’s minds.” atau bila kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu mengelola persepsi di dalam benak orang-orang.

Dari definisi ini, kita bisa memahami bahwa dampak dari branding itu adanya di mana? Yes, di benak orang-orang. Dan dampak yang dimaksud adalah tentu saja mengelola persepsi.

Jadi kalau kita lihat dari definisi tersebut, sebetulnya saat kita tidak melakukan aktivitas branding dengan baik, atau bahkan tidak melakukannya sama sekali untuk perusahaan, produk, atau jasa kita, apa yang akan terjadi?
Hebatnya, proses branding itu tetap akan terjadi. Namun bedanya, bukan si pemilik brand yang dengan sengaja menggiring/memandu persepsi orang-orang, namun orang-oranglah yang akan menggunakan imajinasi mereka sendiri untuk mengisi kekosongan informasi tersebut, dengan ide dan fantasi mereka masing-masing. Orang-orang akan mulai berspekulasi sendiri-sendiri dan berbagi spekulasi mereka tentang brand tersebut kepada orang lain.

Jadi kalau ada pemilik brand yang seringkali mengeluh, produk saya, jasa saya, atau perusahaan saya kok brand-nya tidak dirasakan seperti sebagaimana mestinya. Harusnya pinginnya produk saya dikenal sebagai produk yang reliable dengan harga terjangkau, tapi kok malah dianggap murahan, dan seterusnya. Mungkin sudah saatnya kita menyisihkan waktu dan tenaga untuk membuat perencanaan dan strategi branding untuk perusahaan, jasa, atau produk kita.

Semoga bermanfaat!

× Chat Us!